Maaf belum nerusin yang kemaren (Fundamental State of Leadership) nih minggu ini ^^ Hari ini bahas HBR (Harvard Business Review) Edisi January-February 2011 dulu ya pembaca
Sambil bolak balik halaman HBR awal tahun akhirnya nemu artikel karangan Stephen Bungay yang berjudul How to Make the Most of Our Company Strategy: The art of translating Top Management’s Aspiration into Concrete Action on the Ground. Makalah pendek ini, yang tentu ditulis dalam bahasa Inggris Paman Sam (ada HBR versi Indonesia gak ya? T.T ), membahas pertanyaan besar yang sering ditanyakan Middle Manager sampai Lower Level Manager atau Foreman (mungkin) : Boss, what you want me to do?
Nah… Walaupun nih yang pangkatnya Top Level Manajemen sudah melakukan pemindaian lingkungan bisnis, menyewa konsultan untuk merumuskan model bisnis, merancang strategi marketing yang ciamik, sampai menghasilkan strategi yang setaraf Sun Tzu-pun bisnis tetep nggak bisa jalan bener kalo tidak diterjemahkan dalam aksi nyata. Akhirnya yang berjalan hanya sistem NAPO (No Action Plan Only) yang berujung pada kandasnya bahtera usaha bisnis. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Kerap kali hal tersebut disebabkan level manajemen menengah sampai bawah sebenarnya tidak ngeh akan apa yang dijadikan strategi usaha corporate mereka. Tidak paham bisa jadi karena misleading / salah mempersepsikan atau memang pada dasarnya tidak paham akan kondisi strategis itu. Ketidak pahaman ini membawa banyak dampak mulai dari yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Krisis kepercayaan adalah salah satu dampak yang tidak terlihat dari ketidak lancaran informasi tersebut. Tentu tidak mesti semua strategi perusahaan mesti diketahui oleh semua pegawai, tapi tentu-semestinya perusahaan memiliki strategi untuk menampilkan informasi-informasi yang akan membangun situasi kerja pegawai, bukan ? ^^
Naaaah (lagi >.<’’) Kejadian seperti ini banyak terjadi karena informasi strategis tidak secara halus dihantarkan dari level ke level. Bahasa Top Level Manager terkadang terlalu normatif dan umum; sementara Middle Level Manager bertanya ‘’ Boss, what you want me to do?’’ dalam hati, tanpa konfirmasi, sembari kemudian dia merumuskan tugas bawahannya. Bayangkan jika anak buah si Middle Level Manager ini kemudian melakuan hal yang serupa, dan anak buahnya si anak buah juga, dan si cucu buahnya si cucu buah melakukannya turun temurun…. Akankah strategi perusahaan berjalan dengan baik? Akankah target perusahaan terpenuhi? …. Lalu ketika Direktur Eksekutif pada akhir tahun mengumumkan bahwa perusahaan rugi orang-orang akan mulai bertanya dan bersimpul ‘’ Boss, what you really want me to do? I’ve did my best… It had to be a wrong direction from you, Boss’’ (terlalu ekstrem gak nih bahasanya? :D)
Stephen Bungay menulis artikel ini dengan baik. Bungay menampikan contoh persoalan langsung sembari memberikan konsepnya. Di bawah tidak akan dibahas sedetail di artikelnya untuk setiap step. Informasi lengkap dapat dibaca pada Harvard Business Review edisi Januari-Pebruari 2011 mulai halaman 132.
CERITA PEMBUKA
Tersebutlah si Danau, seorang top eksekutif dari perusahaan air minum diminta oleh Board of Directornya untuk datang ke suatu wilayah pemasaran. Tugasnya adalah memimpin wilayah tersebut untuk membentuk Regional Center yang baru. Tiba di tempat, Danau langsung bersiap dan menjelaskan sisi strategis perusahaan kepada para pegawai cabang di wilayah tersebut. Usai pidato panjang yang berapi-api si Danau ini bertanya iseng kepada para pegawai “ Tentu sudah jelas kan dengan apa yang saya bicarakan tadi?” salah seorang pegawai senior mengacungkan jari dan berkata “ Maaf Pak… Hmm… Kami sebenarnya tidak paham dengan apa yang akan kami lakukan.” Danau mundur sejenak dan sedikit bingung, ‘’ Lho bukannya sudah jelas, Pak? Kita harus dirikan Regional Center ini dalam satu tahun dengan dana seminimal mungkin dan posisi strategis market yang setinggi mungkin? Bagaimana menurut Bapak?” si Pegawai menjawab, “ Yah untuk itu benar Pak… Tapi bukankah smentara itu kami masih harus terus melayani penjualan, menurunkan biaya operasi kami di sini, dan bla bla bla bla bla bla bla bla bla bla kami yang lain?” Danau menjawab,” Benar… Mari kita lihat satu per satu, Pak apa yang perlu kita lakukan”.
LIMA LANGKAH PENUGASAN
Bungay memakai kisah di atas untuk mengilustrasikan betapa strategi prusahaan tidak dimengerti di level bawah. Level bawah biasa dibingungkan dengan bayaknya tugas yang terkadang mereka sendiri tidak tahu tujuan pelaksanaan tugasnya itu. Bungay mendekati situasi tersebut dengan lima langkah penugasan. Dalam artikel aslinya disebutkan bahwa metode ini biasa digunakan dalam prinsip militer (mungkin yang dimaksud Strategic Deployment). Lima langkah penugasan ini terutama didasarkan pada pertanyaan di atas: “Boss, what you want me to do?“. Langkah-langkan Bungay ini bertujuan supaya informasi strategis dapat diterjemahkan dalam taktik dan kegiatan operasi dengan fleksibel dan bertanggung jawab.
STEP 1: State your Intent (Tuliskan Pemahamanmu)
Tahap pertama perlu ditanyakan tentang apa yang diketahui oleh tim, apa yang mereka kerjakan, dan ada dalam bagian mana mereka dalam skenario besar perusahaan untuk melakukan hal tersebut. Setelah tim mengalami kata sepakat kerucutkan pemahaman tim dengan membuatnya menjadi tujuan bersama dan alasan kenapa mereka melakukan hal itu untuk perusahaan. Hal tersebut dapat dirumuskan dalam dua pertanyaan WHAT TO DO dan WHY WE DO.
STEP 2: Use the Context (Pakaikan Konteks)
Setelah ditemukan WHAT TO DO dan WHY WE DO oleh tim maka pemimpin dapat langsung mengajak tim untuk melihat kembali temuan mereka. Pemimpin memaparkan BATASAN yang ada dalam perusahaan berupa KETERBATASAN FISIK PERUSAHAAN, VISI DAN MISI PERUSAHAAN, dan ANCANGAN STRATEGIS PERUSAHAAN. Ancangan ini dapat berupa juga dua buah formasi WHAT TO DO dan WHY TO DO. “Sebuah” WHAT TO DO tim akan menjadi WHY TO DO bagi tim yang ada di bawah tim yang pertama merumuskan WHAT TO DO. Luaran dari tahap ini adalah WHAT TO DO dan WHY TO DO yang kali ini telah Selaras dengan KETERBATASAN FISIK PERUSAHAAN, VISI DAN MISI PERUSAHAAN, dan ANCANGAN STRATEGIS PERUSAHAAN. (Tujuan yang baik itu: Spesifik, Measurable, Achievable, Reliable, dan Timely).
STEP 3: Set The Measure (Tentukan Pengukurnya)
Setelah ditemukan apa hal yang mesti dilakukan dan mengapa dilakuan, kemudian kita mesti mengetahui BAGAIMANA KITA TAHU BAHWA HAL INI BERHASIL KITA LAKUKAN? Maka kita menentukan pengukur dari hal tersebut. Tujuan kita breakdown dalam hal yang lebih spesifik, kita tentukan pengukurnya, dan tenggat waktu pencapaiannya. Sampai di sini kita telah memiliki tujuan kerja tim yang valid beserta kriteria pengukur keberhasilannya.
STEP 4: Define the Task and Hierarchy (Tentukan tugas dan urutannya)
Sekarang waktunya kita menentukan tugas-tugas apa saja yang mesti kita lakukan untuk mencapai tujuan dengan target keberhasilan yang sudah diset di langkah sebelumnya. Metode yang dapat dipakai adalah metode Work Breakdown Structure dengan memperhatikan urutan tugas dan Milestone. Urutan tugas dimaksudkan sebagai pengorganisasian tugas yang dipandang penting, menyingkirkan yang tidak, dan menyusun urutan tugas berdasar serialitasnya. Sampai di sini kita telah memiliki daftar tugas yang perlu dilakukan beserta persyaratan kualitatif, kuantitatif, maupun waktunya.
STEP 5: Define the Boundary (Tentukan batasannya)
Apakah semua tugas mesti dilakukan? Bagaimana dengan tugas yang tidak mungkin kita lakukan? Pada tahap ini kita menyusun profil kekuatan tim. Profil ini mesti disusun dengan cermat. Profil harus melukiskan realitas tim. Profil ini kemudian akan kita pakai untuk megevaluasi tugas-tugas yang telah kita susun di atas. Bagaimana bila tidak cocok? Kita lakukan penyesuaian dengan mencoret tugas atau dengan menambah kapasitas kemampuan tim.
Kelima langkah di atas akan memberikan kita daftar tugas yang lengkap, sistematis, sesuai dengan strategi perusahaan, dan sesuai dengan kapabilitas tim yang ada. Tentu kelima langkah itu mesti dilakukan oleh orang yang sangat mengerti batasan kemampuan operasional dan kebijakan strategis petusahaan. Kelima langkah ini baru menjembatani satu level saja. Untuk sampai ke Low Level Worker manajer mesti melakukannya berulang-ulang dari satu level ke level berikutnya.
Bagaimana? Tertarik untuk melakukannya?
Coba evaluasi tugas-tugas yang ada di Low Level Worker (tapi yang bekerja di Core Business perusahaan, supaya lebih mudah) yang ada di lingkungan kerjamu dan cocokkan dengan strategi perusahaan.. Apakah sudah cocok?
Mau mencoba merumuskannya? Silahkan coba ^^
Kembali saya mohon maaf akan kesalahan dalam penulisan artikel blog ini. Terima kasih untuk semuanya.
Surakarta, 15 Januari 2011
al Art’e
Tidak ada komentar:
Posting Komentar